Pendakian Pertama Ke Gunung Merbabu

11:16 PM


Perayaan tujuh belasan kemarin saya peringati di gunung merbabu bersama fajar nisa dan agus. Kami berangkat setelah kolokium dan sebelum kompre. Good, ketika yang lain sibuk dengan revisi redaksi dan abstrak kita lagi ngos-ngosan nanjak.

Pendakian ini adalah yang pertama bagi saya, sebelumnya saya sudah menyiapkan latihan fisik lari tiga keliling lapang bola sekolah sd sambil ngos-ngosan terus istirahat di pinggir lapang kemudian tidur. Latihan fisik itu saya kerjakan ketika pulang ke rumah sambil memohon doa restu sebelum nanjak, saat itu saya mengutarakan rencana saya untuk naik gunung merbabu ke mamah kemudian mamah gak setuju tapi saya gak pantang menyerah untuk dapet restu akhirnya saya bilang tiketnya udah dibeli mah kemudian mamah gak kasih jawaban dan ngegantungin saya, da aku ma apa atuh udah biasa digantungin. Tapi tiba-tiba mamah nanya berapa banyak kebutuhan buat naik gunung nya yang itu artinya mamah setuju, yes kode voucher “tiket udah dibeli” pun berhasil.

Dengan dukungan dari papah dan mamah saya bersemangat mendaki merbabu, saya bawa carrier 28L sedangkan agus bawa kulkas carrier 80L. Iya bawa kulkas udah kayak gendong adek nya malah lebih tinggi carrier dibanding dia, saat itu saya cuma berharap sepulang dari merbabu semoga tinggi dia gak berkurang satu milimeter pun. Baru jalan sebentar panggilan alam pun menyerang saya hingga saya harus menunaikan proses ekstraksi usus ini di kebon alias dolbon. Perjalanan pun berlanjut, dari awal gapura pendakian sampe pos dua tipe jalan nya nanjak bonus nya cuma dikit. Dari pos dua ke pos tiga bahkan sampe savana satu juga nanjak terus sih. Hehe

Setelah pos dua ada tanjakan yang bikin saya agak sedikit ciut. Oiya kondisi saat itu kering, kebul tanah kering beterbangan terbawa angin dan dari kaki pendaki yang turun nya kebut-kebutan kayak kebelet pengen ee. Usai melewati tanjakan tersebut kami pun sampai di pos tiga, tiduran sejenak sambil ditemani angin sepoi-sepoi dan mengisi perut dengan dua bungkus mie instan sebelum persiapan menanjak tanjakan edan yang ada di belakang kita. 

Pos tiga
Pendakian berlanjut, saya sudah siap menikmati tanjakan curam yang sedari tadi menanti dinikmati. Dengan semangat yang menggebu karena iming-iming savana satu setelah tanjakan ini saya pun merangkak mencoba menapaki satu persatu pijakan tanah kering itu sambil berpegangan pada tanaman-tanaman saya melewati sebelah kiri tanjakan. Argh saya hampir menyerah karena ketakutan yang lebih besar daripada nyali, rasa takut itu diperparah lagi ketika saya melihat ke bawah, aduh ucap ku dalam hati. Saat menanjak saya sempat mengumpat di dalam hati “ku aing dibabetken ieu carrier mun ges nepi” saking berat dan takutnya. Karena iming-iming savana satu setelah tanjakan dan semangat dari para pendaki lain yang naik akhirnya tanjakan curam itu berhasil saya tuntaskan. Daaaaaaan savana....

Belum sempat saya berucap “savana satu” ternyata bukan sodara-sodara, itu hanya dataran tempat beristirahat belaka. Goks, ternyata tadi itu hanya bukit semu atau pendaki lain biasa sebut bukit penyesalan. Tak mau merasa menyesal lagi saya pun melanjutkan pendakian pada tanjakan terakhir, trek nya kurang lebih sama seperti tanjakan yang menuju pos tiga. Dan akhirnya savana satu......

Setengah lima sore kami tiba langsung pasang tenda, angin sore itu seakan mengaktifkan saklar bersin lebih dari tiga kali milik saya. Usai berbenah kami tidak berani keluar tenda hingga pagi menjelang. Esoknya aktivitas kami hanya menikmati pemandangan dan kondisi di savana satu, berjalan kaki kesana kemari sembari berhati-hati karena banyak ranjau darat yang siap menyerang kaki. 


Ciut liat trek menuju puncak nya, banyak tanjakan penyesalan!
Merapi berdiri dengan angkuh nya


Keliatan kan siapa yang paling dekil
Kami berencana summit attack esok pagi saat 17 agustus, tapi nyali saya berkata lain karena membayangi trek penyesalan yang sudah terlihat dari kemarin dan udara dingin yang menusuk tulang maka saya putuskan untuk tidak ikut. Akhirnya hanya kedua lelaki yang berhasil menuju puncak di pagi hari sementara mereka pergi kami para wanita nya sih tidur saja menikmati hangatnya sleeping bag.

Usai mereka kembali kami bergegas untuk turun gunung. Daaaaaan capek-capekan pun dimulai kembali. Baru turun satu turunan dengkul saya udah lemas, ah payah. Di turunan curam saya lebih banyak main perosotan. Biar sajalah pikirku yang penting selamat. Sepanjang perjalanan saya mengumpat dalam hati “Gak lagi-lagi aing naek gunung”, capek pun diperparah dengan jempol kaki saya yang terasa terbakar karena sedari turun saya menahan dengan jempol kaki. Perasaan senang pun ketika telah menemui keramaian tukang pentol yang itu artinya basecamp sebentar lagi. Tiba di basecamp kami bersih-bersih dan dilanjutkan pulang naik kolbak sampai terminal boyolali. Dari terminal kami lanjutkan ke solo menginap semalam di kosan teman karena tiket kereta nya berangkat tanggal 19 agustus.

Habis nanjak terbitlah pegal-pegal dan kapalan. Pengalaman mendaki gunung yang tinggi untuk pertama kalinya membuat saya menyadari akan sifat asli saya, itu terjadi karena kondisi badan yang lelah dan ingin cepat sampai hingga akhirnya kita berada di bawah tekanan, karena di bawah tekanan itulah yang memunculkan sifat asli kita. Dari pendakian pertama ini juga saya belajar untuk gak cepat menyerah karena ada akhir indah yang kita tuju.

You Might Also Like

0 komentar absurd

Sebaik-baiknya blogger adalah yang meninggalkan jejak komentar saat blog walking -HR Blogger